BLOG TERBARU: buyungf.wordpress.com

Minggu, 03 Januari 2016

TEORI-TEORI PRAGMATIK LENGKAP DENGAN CONTOH (DEIKSIS, IMPLIKATUR, PRAANGGAPAN, TINDAK TUTUR)

1.    Teori-Teori seputar Pragmatik
a.    Deiksis
            Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu deiktitos yang berarti “hal penunjukan secara langsung”. Istilah tersebut digunakan oleh tata bahasawan Yunani dalam pengertian “kata ganti petunjuk”.
            Berdasarkan etimologi tersebut, dapat dikemukakan beberapa penjelasan mengenai deiksis. Agustina mengungkapkan bahwa deiksis adalah kata atau frasa yang menunjuk kepada kata, frasa atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan. Purwo menjelaskan bahwa sebuah kata dikatakan deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung kepada saat dan tempat dituturkannya kata itu.[1] Selaras dengan Purwo, Wijana mengungkapkan bahwa deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau berpndah-pindah.[2]
Perhatikan contoh berikut ini!
Buyung          : Hari ini saya akan pergi ke Bali. Kalau kamu?
Liyesra           : saya santai di rumah.
            Kata saya di atas adalah kata ganti dari dua orang. Kata pertama adalah kata ganti untuk Buyung, dan kata kedua adalah kata ganti untuk Liyesra. Dari contoh tersebut, kata saya memiliki referen yang berpindah-pindah sesuai dengan konteks pembicaraan.
        Dalam KBBI deiksis diartikan sebagai hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan.
            Hindun [3] memaparkan contoh-contoh deiksis yaitu: pertama, deiksis persona, seperti kata aku, kamu, dia; kedua deiksis ruang, seperti kata ini, itu, sini, sana; ketiga, deiksis waktu, seperti kata kemarin, sekarang, besok, lusa.
b.    Implikatur
            Berkaitan dengan pengertian implikatur, berikut disajikan pendapat yang dikemukakan oleh ahli-ahli bahasa. Menurut Brown dan Yule istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan atau dimaksdukan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur.[4]
            Nababan menyatakan bahwa implikatur berkaitan erat dengan konvensi kebermaknaan yang terjadi di dalam proses komunikasi. Konsep itu kemudian dipahami untuk menerangkan perbedaan antara hal yang “diucapkan” dan hal yang “diimplikasikan”.[5]
            Sementara itu, Levinson memandang konsep implikatur memiliki empat kegunaan. Pertama, implikatur mampu memberi penjelasan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjelaskan kemudian dimasukkan ke dalam “keranjang-keranjang sampah pengecualian” oleh teori-teori gramatikal formal. Kedua, implikatur mampu memberikan penjelasan mengapa suatu tuturan,misalnya dalam bentuk pertanyaan tetapi bermakna perintah. Ketiga, implikatur dapat menyederhanakan deskripsi semantis antarklausa. Keempat, implikatur dapat menjelaskan fenomena kebahasaan yang tampak tidak berkaitan atau bahkan berlawanan, tetapi ternyata mempunyai hubungan yang komunikatif.[6]
            Secara sederhana, implikatur dapat diartikan sebagai makna tambahan yang disampaikan oleh penutur yang terkadang tidak terdapat dalam tuturan itu sendiri.
I Dewa Putu Wijana[7] memaparkan jenis-jenis implikatur yaitu: pertama, implikatur percakapan umum, yakni implikatur yang kehadirannya di dalam percakapan tidak memerlukan konteks khusus.
Contoh: Saya menemukan uang (uang itu bukan milik saya).
Kedua, implikatur berskala, yakni implikatur yang ditandai dengan istilah-istilah untuk mengungkapkan kuantitas dari skala nilai tertinggi ke nilai terendah. (semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit, selalu, sering kadang-kadang)
Contoh: Dia kadang-kadang sangat menarik
(dengan menggunakan ‘kadang-kadang’ penutur menyampaikan bentuk-bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala kekerapan melalui implikatur ‘tidak selalu’)
Ketiga, implikatur percakapan khusus, merupakan makna yang dituturkan dari percakapan dengan mengetahui/ merujuk konteks (sosial) percakapan, hubungan antarpembicara serta kebersamaan serta kebersamaan pengetahuan mereka.
Contoh:
Sugi    : “pergi kita ke pesta si Juna?”
Jaya    : “ayahku lagi datang.”
(Sugi harus mengetahui hubungan Jaya dengan ayahnya. Jika misalnya, Sugi mengetahui bahwa Jaya berusaha menghindari ayahnya dalam setiap kesempatan, maka implikatur yang diperoleh adalah “ya”)
Oleh karena itu, untuk menghasilkan implikatur percakapan khusus dibutuhkan pengetahuan bersama di antara pembicara dan pendengar.
c.    Praanggapan
Praanggapan atau presuposisi yaitu asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan lingusitik tertentu.[8] Perhatikan contoh berikut ini!
A : “aku sudah membeli bukunya Pak Agus kemarin.”
B : “Buku Analisis Kalimat, kan?”
Praanggapan: sebelum bertutur, A memiliki anggapan bahwa B mengetahui maksudnya, yaitu terdapat sebuah buku yang ditulis Pak Agus.
            Sederhananya, praanggapan adalah pendapat yang ada sebelum tuturan dituturkan oleh penutur atau pendapat yang melandasi lahirnya ujaran tersebut. kesalahan dalam praanggapang berefek pada ujaran manusia. Praanggapan yang tepat dapat mempertinggi nilai komunikatif.[9]
d.    Tindak Tutur
            Tindak tutur (istilah kridalaksana) atau speech act adalah kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada mitra tutur dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu.[10]
            Searle membagi tindak tutur menjadi tiga macam (1) Lokusi, adalah tindakan mengatakan makna sintaksis kalimat yang bersangkutan. Tindakan ini sering disebut the act saying something. (2) Ilokusi, adalah tindak tutur yang dilakuan untuk menyatakan maksud atau fungsi tertentu. Tindak ini disebut the act of doing something. (3) Perlokusi, adalah tindak tutur yang dilakukan untuk mendapatkan efek psikologis tertentu. Tindakan ini disebut juga the act of affecting someone.[11]
Perhatikan contoh berikut!
Baru-baru ini Walikota Bekasi telah membuka Departement Store yang terletak dipusat perbelanjaan dengan tempat parkir yang sangat luas.

Contoh di atas bukan semata-mata untuk menginformasikan sesuatu (lokusi), tetapi secara tidak langsung merupakan ajakan untuk berbelanja (ilokusi). Letak Departement Store yang strategis diharapkan memiliki efek untuk membujuk para pembacanya.



[1] I Dewa Putu Wijana, Op.Cit. h. 37.
[2] Ibid., h. 38.
[3] Hindun, Op.Cit., h. 36.
[4] I Dewa Putu Wijana, Op.Cit. h. 63.
[5] Ibid., h. 64.
[6] Ibid.
[7] Ibid., h. 70-72
[8] Louise Cummings, Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner, terj. Eti Setiawati, dkk, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 42.
[9] I Dewa Putu Wijana, Op.Cit. h. 79.
[10] Ibid., h. 86.
[11] Nuri Nurhaidah, Op.Cit.,  h. 40-41.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar