Telah dinyatakan dalam pendahuluan bahwa setiap aspek dalam prinsip pragmatik
tentunya merupakan teori-teori dari para ahli. Kehadiran berbagai teori dalam
prinsip pragmatik tidak terlepas dari sejarah pragmatik para tokoh yang
mengembangkan teori-teori pragmatik.
Dalam buku sumber karya Nuri Nurhaidah,[1]
telah dipaparkan mengenai sejarah pragmatik. Pada masa bergeliatnya penelitian
bahasa 1938, seorang tokoh bernama Morris dianggap sebagai peletak dasar lewat
pandangannya tentang semiotik. Ia membagi ilmu tanda itu menjadi tiga cabang;
sinatksis, semantik, dan pragmatik. Pragmatik tumbuh di Eropa pada tahun
1940-an dan berkembang di Amerika sejak 1970-an, sedangkan di Indonesia pada
tahun 1984.
Pada tahun 1960,
Halliday mengembangkan pragmatik dengan berusaha mengembagkan teori sosial
mengenai bahasa yang memandang bahasa sebagai fenomena sosial.
Pada tahun 1962, Austin
dan Searle mengembangkan teori Tindak Tutur. Karya Austin yang dianggap sebagai
perintis pragmatik berjudul How to Do Things with Words. Dalam karya
tersebut, Austin mengemukakan gagasannya mengenai tuturan performatif dan
konstatif. Gagasan penting lainnya adalah tentang tindak tutur lokusi, ilokusi,
dan perlokusi.
Pada tahun 1969, Searle
mencetuskan teori tindak tutur yang dikategorisasikan berdasarka makna dan
fungsinya menjadi lima macam, yaitu: representatif, direktif, ekspresif,
komisih, dan deklaratif.
Tokoh selanjutnya adalah
Grice pada tahun 1975. Ia mencetuskan teori tentang prinsip kerja sama dan
implikasi percakapan. Prinsip ini terdiri dari empat bidal, yaitu: kuantitas,
kualitas, relasi, dan cara.
Pada tahun 1976, Keenan
mengembangkan teori Grice dan pada tahun 1978 Goody mengembangkan teori Grice
juga. Tidak kalah menariknya juga tokoh yang mengkritisi teori tindak tutur
adalah Fraser di tahun 1978, ia melakukan deskrispi ulang tentang jenis tindak
tutur. Begitu pula dengan Gadzar membicarakan bidang pragmatik dengan tekanan
pada tiga topik yaitu: implikatur, praanggapan, dan bentuk logis.
Pada tahun 1982, Gumperz
mengembangkan teori implikatur Grize dalam bukunya Discourse Strategies.
Kemudian pada tahun 1983 Levinson menyempurnakan pendapat Grize tentang teori
implikatur.
Pada tahun 1983, Leech
mulai mengemukakan gagasan tentang prinsip kesantunan dengan kaidah yang
dirumuskannya ke dalam enam bidal: ketimbangrasaan, kemurahhatian,
keperkenanan, kerendahatian, kesetujuan, dan kesimpatian.
Pada tahun 1993, Mey
mengemukakan gagasan baru tentang pembagian pragmatik: miropragmatik dan
makropragmatik. Ditempat lain adalah Schiffrin pada tahun 1994 yang membahas
pelbagai kajian wacana dengan menggunakan pendekatan pragmatik.
Pada tahun 1996, Yule
mengembangkan teori tentang hubungan dengan keberadaan tamengan atau hedges
dan tuturan langsung-tak langsung. Kemudian pada tahun 1998-2000, Van Dijk
secara serius mengembangkan model pragmatik dan analisis wacana kritis atau Critical
Discourse Analysis (CDA) di dalam teks berita. Ia mengidentifikasi adanya
lima karakteristik yang harus dipertimbangkan di dalam CDA, yaitu: tindakan,
konteks, historis, kekuasaan, ideologi.
Istilah pragmatik di
Indonesia baru muncul pada 1984 ketika diberlakukannya kurikulum Sekolah
Menengah Atas. Dalam kurikulum ini pragmatik merupakan salah satu pokok bahasan
studi bahasa Indonesia di dalam panduan Dedikbud.
Beberapa karya tentang
pragmati yang membahas secara umum dilakukan oleh Tarigan (1986), Nababan dan
Samsuri (1987), dan Suyono (1990) yang masih memiliki kesan memperkenalkan
pragmatik.
Buku pragmatik pertama
yang tergolong kritis adalah karya Bambang Kaswanti Purwo sekitar tahun 1990
yang berjudul Pragmatik dan Pengajaran Bahasa Indonesia.
Pada tahun 1996 Wijana mengembangkan
beberapa dasar pragmatik yang berjudul Dasar-Dasar Pragmatik. Dalam buku
tersebut sudah menuju ke arah pragmatik yang lebih lengkap dan mendalam.
Kemudian, beberapa penelitian telah dilakukan di antaranya adalah Kaswanti
Purwo (1984), Rofiudin (1994), Gunawan (1992-1995), dan Rustono (1998).
Itulah
sejarah pragmatik. Di mana banyak pakar yang telah menyumbangkan gagasannya
untuk terus mengembangkan keilmuan ini sehingga pragmatik menjadi salah satu
ilmu bahasa yang penting untuk dipelajari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar