Puisi
berasal dari bahasa Latin poieu=poio yang berarti membangun,
menimbulkan, menyebabkan atau menyair. Karena itu, puisi dapat diartikan
sebagai curahan perasaan yang dapat menimbulkan keharuan; dapat membangkitkan
semangat atau membangun sikap seseorang; dan yang merupakan gubahan atau
ciptaan seseorang pula.[1]
Untuk menjelaskan unsur-unsur yang membangun
puisi, masih berlaku teori dikotomi yang memandang karya sastra dari dua sudut
pandangan, yaitu; sudut bentuk dan isi.[2]
Dalam hal memahami isi puisi, Prof. Dr. Mursal
Esten dalam bukunya Memahami Puisi, menyebutkan sepuluh petunjuk untuk
memahami puisi. Pertama, perhatikan judulnya. Kedua, lihat
kata-kata yang dominan. Ketiga, selami makna konotatif. Keempat, makna
yang lebih benar adalah makna yang sesuai dengan struktur bahasa. Kelima, parafrasekan
puisi tersebut. Keenam, usut siapa yang dimaksud kata ganti yang
terdapat dalam puisi tersebut. Ketujuh, temukan pertalian antar semua
unsur dalam puisi. Kedelapan, mencari makna yang tersembunyi. Kesembilan,
perhatikan coraknya. Kesepuluh, harus dapat menunjukan bait mana,
atau larik mana yang menjadi sumber tafsiran tersebut.[3]
Merujuk pada konsep yang tertulis di atas, maka
analisis puisi “Memuji Dikau” akan dilakukan dengan pendekatan obyektif.
Keindahan diksi yang merangkai setiap bait
dalam puisi “Memuji Dikau” yang dibuat pada tahun 1937 dapat dilihat melalui
pendekatan objektif, mulai dari judul puisi tersebut, yaitu “Memuji Dikau”
mendeskripsikan sebuah kegiatan yang suci atau terpuji terhadap suatu objek.
Puisi “Memuji Dikau” terdiri dari
dua bait. Bait pertama terdiri dari tujuh larik, dan bait kedua lima larik.
Dilihat dari variasi sajak pada tiap larik, yaitu:
Larik
pertama hingga ketujuh berima, kecuali larik kelima:
Kalau aku memuji
dikau, dengan mulut tertutup, mata terkatup,
Sujudlah segalaku, diam
terbelam, di dalam kalam asmara raya.
Turun kekasihmu,
mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.
Dikucupnya
bibirku, dipautnya bahuku, digantunginya leherku,
hasratkan
suara sayang semata.
Selagi hati
bernyanyi, sepanjang sujud semua segala,
bertindih ia
pada pahaku, meminum ia akan suaraku….
Begitu
pula dengan larik kesembilan, kesepuluh dan kedua belas:
Ia pun melayang
pulang, (larik kesembilan)
Semata cahaya,
(larik kesepuluh)
Menuju restu,
sempana sentosa. (larik keduabelas)
Selanjutnya,
ada satu aliterasi pada puisi tersebut. Yaitu pada larik terakhir. Menuju
restu, sempana sentosa.
Puisi
gubahan Amir Hamzah ini, di dalamnya tertulis kata-kata yang agak asing bagi
kita, seperti terbelam, kucup dan sempana. Kata terbelam berasal
dari belam yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya memasukkan
secara paksa; menjejalkan; menjadi kabur (tidak nyata, suram); menjadi hilang dr pandangan. Kata kucup berarti
mengatup atau mengucup. Kata sempana atau sempena dalam KBBI memiliki
arti berkah; tuah. Makna penggunaan ketiga kata tersebut adalah sebagai ciri
kemelayuan puisi “Memuji Dikau”.
Ada
beberapa kata ganti dalam puisi “Memuji Dikau”, yaitu: Aku, Dikau dan Kekasihmu.
Kata ganti aku, ditunjukkan kepada diri si pengarang (Amir Hamzah). Kekasihmu
pada puisi tersebut dimaksudkan untuk sebuah makhluk yang menjadi utusan Dikau,
yaitu malaikat (dalam perkiraan). Sedangkan dikau sendiri bisa
ditunjukkan kepada Tuhan, karena menurut beberapa sastrawan terkemuka, Amir
Hamzah adalah seorang penyair yang mentrasformasikan cinta dan kerinduan
duniawi kepada cinta dan keriduan Tuhan atau Ilahi.
Hubungan antara aku dengan dikau adalah
hubungan antara hamba dengan Tuhannya, makhluk dengan penciptanya. Hal ini
dapat dikuatkan dengan sumber yang menyatakan bahwa “Hubungan
antroposentrisme antara aku dan Tuhan menjadi pilihannya dalam menciptakan
puisi. Hubungan ini terlihat juga dari pilihan kata yang digunakannya sebagai
judul dalam puisinya, seperti “Doa” dan “Memuji Dikau”. Amir
Hamzah sendiri dikenal sebagaiseorang penyair sufisme”.[4]
Melihat adanya hubungan antara aku dengan
dikau, tentu akan ada pula hubungan antara kata ganti aku dengan kekasihmu
pada puisi “Memuji Dikau”. Hubungan antara aku dengan kekasihmu
adalah hubungan seperti manusia dengan malaikat atau hubungan dua makhluk
ciptaan dikau (Tuhan). Ibarat seorang manusia yang sedang khusyuk memuji
Tuhannya, malaikat datang menghampiri. Hal tersebut biasa didengar dalam kajian
agama, bahwa ketika seseorang sedang beribadah kepada Tuhannya, maka akan
datang malaikat menyaksikannya, dan mendoakan yang baik untuk orang tersebut.
Puisi “Memuji Dikau” beraliran romantik,
karena dicirikan dengan ketiga tokoh dalam puisi tersebut. Tokoh-tokoh dalam
fiksi romantik sering digambarkan dengan sangat dikuasai oleh perasaannya
(perasaan pengarang) dalam merumuskan segala persoalan. Romantisme merupakan
aliran yang mementingkan curahan perasaan yang indah dan menggetarkan, yang
diungkapkan dalam estetika diksi dan gaya bahasa yang mendayu-dayu membuai
sukma. Contohnya, puisi-puisi Amir Hamzah “Buah Rindu”, “Karena Kasihmu”,
“Memuji Dikau”, dan “Do’a”.[5]
Imaji-imaji pornografis yang termaktub
dalam puisi “Memuji Dikau” seperti dikucupnya bibirku,bukanlah makna yang sebenarnya. Melainkan hanya citraan
rabaan yang dibuat oleh pengarang. Imaji tersebut berupa lukisan yang mampu
menciptakan suatu daya saran bahwa seolah-olah pembaca dapat tersentuh,
bersentuhan, atau apapun yang melibatkan efektivitas indera kulitnya.[6]
Sesuai dengan aliran karya ini, penggunaan imaji pornografis pada puisi ini
dimaksudkan agar memberikan kesan indah dan romantis. Begitu pula dengan imaji dipautnya
bahuku,
digantunginya leherku bukanlah
makna yang sebenarnya.
Pandangan
penulis terhadap imaji-imaji yang digunakan pengarang terhadap puisinya itu
menganggap bahwa citraan tersebut adalah perumpamaan kemesraan atau kekhusyukan
aku dengan kekasihmu.
Tema atau
inti gagasan dari puisi “Memuji Dikau” adalah kekhusyukan si pengarang saat
beribadah kepada Tuhan (memuji atau menyembah Tuhan). Sujudnya bukan hanya raga,
tapi juga jiwanya. Ia berkeluhkesah kepada Tuhannya melalui doa yang
dipanjatkan dalam bersujudnya. Selebihnya, malaikat menghampiri membawa pesan
atau berupa jawaban dari Tuhannya.
Simpulan
yang dapat diambil dari interpretasi puisi “Memuji Dikau” karya Amir Hamzah
adalah puisi yang memiliki corak melayu, beraliran romantisme, berima meski
tidak sesuai dengan konvensi sastra genre puisi. Puisi tersebut menggambarkan
hubungan pengarang dengan Tuhannya dan malaikat (sesama makhluk ciptaan Tuhan),
bertema kekhusyukan kala beribadah kepada Tuhan dan menyembah hanya kepada-Nya.
Amanat yang dapat
ditangkap dari puisi tersebut adalah sujud, takzim dan memintalah hanya
kepada-Nya, kelak berkah, rasa aman dan kebahagiaan akan kita dapatkan.
Oleh: Nadya Maris Najmi Sakhiyyah
[1]
Korrie Layun Rampan, Perjalanan Sastra Indonesia; Kritik dan Esai,
Jakarta: Gunung Jati, 1983. Hlm. 58.
[2] Ibid,
hlm. 63.
[3]
Atma Wiharja, “Contoh Sederhana Sebuah Analisis Puisi”, https://atmawiharja.wordpress.com/kesastraan/contoh-sederhana-sebuah-analisis-puisi/.
Diakses pada Minggu, 17 Mei 2015, pukul 13.45 WIB.
[4]
Erin Nuzulia Istiqomah, “Karakteristik Puisi Amir Hamzah”, https://nyanyianbahasa.wordpress.com/2013/07/28/karakteristik-puisi-amir-hamzah/.
Diakses pada Minggu, 17 Mei 2015, pukul 17.28 WIB.
[5] Danriris
Riva Istanti, “Aliran-aliran dalam Kesusastraan”, https://danririsbastind.wordpress.com/2011/04/13/aliran-aliran-dalam-kesusastraan/.
Diakses pada Minggu, 17 Mei 2015, pukul 17.54 WIB.
[6]
Desi Zulinarti, “Pencitraan (Imaji)”, http://eci-muachpinky.blogspot.com/2012/04/pencitraan-imaji.html.
Diakses pada Minggu, 17 Mei 2015, pukul 20.38 WIB.
keren
BalasHapusPlay online casino | Amienshoppie
BalasHapusPlay online casino with real money. to win real money 온라인 카지노 보너스 and win. All the online casinos in play will let you try their games at a reasonable price and