BLOG TERBARU: buyungf.wordpress.com

Sabtu, 23 Mei 2015

Analisis dan Tafsir Puisi “Memuji Dikau” Karya Amir Hamzah

Puisi berasal dari bahasa Latin poieu=poio yang berarti membangun, menimbulkan, menyebabkan atau menyair. Karena itu, puisi dapat diartikan sebagai curahan perasaan yang dapat menimbulkan keharuan; dapat membangkitkan semangat atau membangun sikap seseorang; dan yang merupakan gubahan atau ciptaan seseorang pula.[1]

Untuk menjelaskan unsur-unsur yang membangun puisi, masih berlaku teori dikotomi yang memandang karya sastra dari dua sudut pandangan, yaitu; sudut bentuk dan isi.[2]

Dalam hal memahami isi puisi, Prof. Dr. Mursal Esten dalam bukunya Memahami Puisi, menyebutkan sepuluh petunjuk untuk memahami puisi. Pertama, perhatikan judulnya. Kedua, lihat kata-kata yang dominan. Ketiga, selami makna konotatif. Keempat, makna yang lebih benar adalah makna yang sesuai dengan struktur bahasa. Kelima, parafrasekan puisi tersebut. Keenam, usut siapa yang dimaksud kata ganti yang terdapat dalam puisi tersebut. Ketujuh, temukan pertalian antar semua unsur dalam puisi. Kedelapan, mencari makna yang tersembunyi. Kesembilan, perhatikan coraknya. Kesepuluh, harus dapat menunjukan bait mana, atau larik mana yang menjadi sumber tafsiran tersebut.[3]

Merujuk pada konsep yang tertulis di atas, maka analisis puisi “Memuji Dikau” akan dilakukan dengan pendekatan obyektif.


Keindahan diksi yang merangkai setiap bait dalam puisi “Memuji Dikau” yang dibuat pada tahun 1937 dapat dilihat melalui pendekatan objektif, mulai dari judul puisi tersebut, yaitu “Memuji Dikau” mendeskripsikan sebuah kegiatan yang suci atau terpuji terhadap suatu objek.

Puisi “Memuji Dikau” terdiri dari dua bait. Bait pertama terdiri dari tujuh larik, dan bait kedua lima larik. Dilihat dari variasi sajak pada tiap larik, yaitu:
Larik pertama hingga ketujuh berima, kecuali larik kelima:

Kalau aku memuji dikau, dengan mulut tertutup, mata terkatup,
Sujudlah segalaku, diam terbelam, di dalam kalam asmara raya.
Turun kekasihmu, mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.
Dikucupnya bibirku, dipautnya bahuku, digantunginya leherku,
hasratkan suara sayang semata.
Selagi hati bernyanyi, sepanjang sujud semua segala,
bertindih ia pada pahaku, meminum ia akan suaraku….

Begitu pula dengan larik kesembilan, kesepuluh dan kedua belas:

Ia pun melayang pulang, (larik kesembilan)
Semata cahaya, (larik kesepuluh)
Menuju restu, sempana sentosa. (larik keduabelas)

Selanjutnya, ada satu aliterasi pada puisi tersebut. Yaitu pada larik terakhir. Menuju restu, sempana sentosa.

Puisi gubahan Amir Hamzah ini, di dalamnya tertulis kata-kata yang agak asing bagi kita, seperti terbelam, kucup dan sempana. Kata terbelam berasal dari belam yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya memasukkan secara paksa; menjejalkan; menjadi kabur (tidak nyata, suram);  menjadi hilang dr pandangan. Kata kucup berarti mengatup atau mengucup. Kata sempana atau sempena dalam KBBI memiliki arti berkah; tuah. Makna penggunaan ketiga kata tersebut adalah sebagai ciri kemelayuan puisi “Memuji Dikau”.

Ada beberapa kata ganti dalam puisi “Memuji Dikau”, yaitu: Aku, Dikau dan Kekasihmu. Kata ganti aku, ditunjukkan kepada diri si pengarang (Amir Hamzah). Kekasihmu pada puisi tersebut dimaksudkan untuk sebuah makhluk yang menjadi utusan Dikau, yaitu malaikat (dalam perkiraan). Sedangkan dikau sendiri bisa ditunjukkan kepada Tuhan, karena menurut beberapa sastrawan terkemuka, Amir Hamzah adalah seorang penyair yang mentrasformasikan cinta dan kerinduan duniawi kepada cinta dan keriduan Tuhan atau Ilahi.

Hubungan antara aku dengan dikau adalah hubungan antara hamba dengan Tuhannya, makhluk dengan penciptanya. Hal ini dapat dikuatkan dengan sumber yang menyatakan bahwa “Hubungan antroposentrisme antara aku dan Tuhan menjadi pilihannya dalam menciptakan puisi. Hubungan ini terlihat juga dari pilihan kata yang digunakannya sebagai judul dalam puisinya, seperti “Doa” dan “Memuji Dikau”. Amir Hamzah sendiri dikenal sebagaiseorang penyair sufisme”.[4]

Melihat adanya hubungan antara aku dengan dikau, tentu akan ada pula hubungan antara kata ganti aku dengan kekasihmu pada puisi “Memuji Dikau”. Hubungan antara aku dengan kekasihmu adalah hubungan seperti manusia dengan malaikat atau hubungan dua makhluk ciptaan dikau (Tuhan). Ibarat seorang manusia yang sedang khusyuk memuji Tuhannya, malaikat datang menghampiri. Hal tersebut biasa didengar dalam kajian agama, bahwa ketika seseorang sedang beribadah kepada Tuhannya, maka akan datang malaikat menyaksikannya, dan mendoakan yang baik untuk orang tersebut.

Puisi “Memuji Dikau” beraliran romantik, karena dicirikan dengan ketiga tokoh dalam puisi tersebut. Tokoh-tokoh dalam fiksi romantik sering digambarkan dengan sangat dikuasai oleh perasaannya (perasaan pengarang) dalam merumuskan segala persoalan. Romantisme merupakan aliran yang mementingkan curahan perasaan yang indah dan menggetarkan, yang diungkapkan dalam estetika diksi dan gaya bahasa yang mendayu-dayu membuai sukma. Contohnya, puisi-puisi Amir Hamzah “Buah Rindu”, “Karena Kasihmu”, “Memuji Dikau”, dan “Do’a”.[5]

Imaji-imaji pornografis yang termaktub dalam puisi “Memuji Dikau” seperti dikucupnya bibirku,bukanlah makna yang sebenarnya. Melainkan hanya citraan rabaan yang dibuat oleh pengarang. Imaji tersebut berupa lukisan yang mampu menciptakan suatu daya saran bahwa seolah-olah pembaca dapat tersentuh, bersentuhan, atau apapun yang melibatkan efektivitas indera kulitnya.[6] Sesuai dengan aliran karya ini, penggunaan imaji pornografis pada puisi ini dimaksudkan agar memberikan kesan indah dan romantis. Begitu pula dengan imaji dipautnya bahuku, digantunginya leherku bukanlah makna yang sebenarnya.

Pandangan penulis terhadap imaji-imaji yang digunakan pengarang terhadap puisinya itu menganggap bahwa citraan tersebut adalah perumpamaan kemesraan atau kekhusyukan aku dengan kekasihmu.
           
Tema atau inti gagasan dari puisi “Memuji Dikau” adalah kekhusyukan si pengarang saat beribadah kepada Tuhan (memuji atau menyembah Tuhan). Sujudnya bukan hanya raga, tapi juga jiwanya. Ia berkeluhkesah kepada Tuhannya melalui doa yang dipanjatkan dalam bersujudnya. Selebihnya, malaikat menghampiri membawa pesan atau berupa jawaban dari Tuhannya.

Simpulan yang dapat diambil dari interpretasi puisi “Memuji Dikau” karya Amir Hamzah adalah puisi yang memiliki corak melayu, beraliran romantisme, berima meski tidak sesuai dengan konvensi sastra genre puisi. Puisi tersebut menggambarkan hubungan pengarang dengan Tuhannya dan malaikat (sesama makhluk ciptaan Tuhan), bertema kekhusyukan kala beribadah kepada Tuhan dan menyembah hanya kepada-Nya.

Amanat yang dapat ditangkap dari puisi tersebut adalah sujud, takzim dan memintalah hanya kepada-Nya, kelak berkah, rasa aman dan kebahagiaan akan kita dapatkan.

Oleh: Nadya Maris Najmi Sakhiyyah




[1] Korrie Layun Rampan, Perjalanan Sastra Indonesia; Kritik dan Esai, Jakarta: Gunung Jati, 1983. Hlm. 58.
[2] Ibid, hlm. 63.
[3] Atma Wiharja, “Contoh Sederhana Sebuah Analisis Puisi”, https://atmawiharja.wordpress.com/kesastraan/contoh-sederhana-sebuah-analisis-puisi/. Diakses pada Minggu, 17 Mei 2015, pukul 13.45 WIB.
[4] Erin Nuzulia Istiqomah, “Karakteristik Puisi Amir Hamzah”, https://nyanyianbahasa.wordpress.com/2013/07/28/karakteristik-puisi-amir-hamzah/. Diakses pada Minggu, 17 Mei 2015, pukul 17.28 WIB.
[5] Danriris Riva Istanti, “Aliran-aliran dalam Kesusastraan”, https://danririsbastind.wordpress.com/2011/04/13/aliran-aliran-dalam-kesusastraan/. Diakses pada Minggu, 17 Mei 2015, pukul 17.54 WIB.
[6] Desi Zulinarti, “Pencitraan (Imaji)”, http://eci-muachpinky.blogspot.com/2012/04/pencitraan-imaji.html. Diakses pada Minggu, 17 Mei 2015, pukul 20.38 WIB.

2 komentar:

  1. Play online casino | Amienshoppie
    Play online casino with real money. to win real money 온라인 카지노 보너스 and win. All the online casinos in play will let you try their games at a reasonable price and

    BalasHapus